noscript-img

Penyidikan dan Pertanyaan

Beberapa pertanyaan dan hal menarik yang dapat ditelusuri lebih lanjut adalah:

1. Apa fungsi dari kompleks bangunan yang ada di Kawasan Muarajambi? Dengan arsitektural yang  sangat mirip dengan Nalanda, mungkinkah Kawasan Percandian Muarajambi pada waktu itu juga merupakan pusat pembelajaran (universitas) yang tertua dan terlanggeng di Indonesia?

2. Dari catatan pengunjung, hampir selalu disebut dua tempat persinggahan. Yang pertama tentu pelabuhannya dan kemudian dilanjutkan ke tempat kedua untuk menetap yang agak lama, mungkin Kawasan Muarajambi.

  • Di manakah penjelajah seperti I-Tsing, Wu-hing, Dipamkara Shrijnana pertama kali tiba di lokasi Sriwijaya?
  • Apakah tujuan mereka berikutnya (tujuan utama) adalah “Mo-lo-yeu (Melayu),” yaitu Kawasan Muarajambi di Sungai Batanghari?
  • I-Tsing menulis bahwa pada tahun 671, beliau tiba di Fo-shih (Vijaya, Bhoja/Bhoga) dan tinggal selama enam bulan. Lalu raja memberinya dukungan dan mengirimnya ke negara Mo-lo-yeu, yang sekarang disebut Shi-li-fo-shih (Sriwijaya, Sribhoja, nama ‘negara’) dimana beliau tinggal selama dua bulan. Mungkinkah ini di sekitar Kawasan Muarajambi, atau hulu Sungai Batanghari?

3.  Interpretasi karakter Cina “郭 下” (kuo-shia) dalam buku tulisan I-Tsing:

  • Takakusu menggunakan istilah  “fortified city” untuk menerjemahkan kata “郭 下,” seperti dalam paragraf: “In the fortified city of Fo-Shih, (lived) Buddhist monks number more than 1,000, whose minds are bent on learning and good practice.” (Di kawasan berpagar tembok di Fo-Shih, (tinggal) ribuan biarawan yang tekun belajar dan beribadah).
  • Kata “郭 下” (kuo-shia) memang berarti “kompleks/kawasan.”
  • Oleh O.W. Wolters, “郭 下” (kuo-shia) diterjemahkan sebagai ‘suburbs’ (pinggiran kota) sehingga Wolters cenderung berasumsi bahwa yang dimaksud adalah kawasan Bukit Siguntang. Namun ini kemungkinan besar tidak tepat, karena seperti dibahas sebelumnya. keseluruhan rancangan dan tata letak Kawasan Percandian Muarajambi sangat mirip dengan kompleks arkeologi di Nalanda, dimana para biarawan tinggal di kompleks bangunan “yang dibentengi” atau tertutupi tembok. Lagipula menurut aturan kebhikshuan (Vinaya), para biarawan dan biarawati disarankan untuk tinggal dalam arama (biara) saat mereka tidak bepergian, dan biasanya mereka tidak disarankan tinggal terpencar-pencar. Dengan demikian, kemungkinan besar yang dimaksud oleh I-Tsing dengan istilah “kawasan bertembok” adalah Kawasan Percandian Muarajambi.

Dengan demikian, paling tidak selama empat ratus tahun lebih, sejak abad ke-7 (tahun 671, kedatangan I-Tsing yang pertama di Indonesia) hingga abad ke-11 (tahun 1025 dimana Dipamkara Shrijnana meninggalkan Indonesia setelah belajar selama 12 tahun di Sriwijaya), Kawasan Percandian Muarajambi di Sumatra mungkin merupakan kompleks pusat pembelajaran atau universitas yang tertua dan terlanggeng di Indonesia.

Ajaran-ajaran dari salah satu alumni Muarajambi, yang pernah menjadi dasar agama nasional di suatu kerajaan, sampai sekarang pun masih diajarkan, dipelajari dan dipraktikkan oleh banyak orang di berbagai negara di dunia.

Anda dapat meninggalkan respon, atau telusuri dari web Anda.

Komentar Anda

  • Berlangganan Milis



  • Powered by WordPress