noscript-img

Foshi dan Shili Foshi

Seperti disebut dalam artikel sebelumnya, Yi Jing tinggal di Shili Foshi (Sumatra) selama lebih kurang 10 tahun dan mempunyai kesan mendalam sebagaimana beliau tulis dalam catatannya bahwa di kota Foshi yang berbenteng, terdapat ribuan biksu yang mempelajari semua mata pelajaran seperti di Madhyadesa, India dan merekomendasikan orang yang ingin pergi ke India, untuk tinggal dan belajar di Foshi selama satu atau dua tahun. Dalam Mulasarvastivada-ekasatakarman (根本说一切有部百一羯磨), Jilid 5 T24/477C, beliau menulis demikian:

又 南 海 諸 洲,咸 多 敬 信。人 王 國 主,崇 福 為 懷。此 佛 逝 下,僧 眾 千餘。學 問 為 懷,並 多 行 缽。所 有 尋 讀,乃 與 中 國 不 殊。沙 門 軌 儀,悉 皆無 別。若 其 唐 僧 欲 向 西 方 為 聽 讀 者,停 斯 一 二 載,習 其 法 式,方 進 中天,亦 是 佳 也.

(you nanhai zhu zhou, xian duo jing xin. ren wang guo zhu, chong fu wei huai. ci foshi kuo xia, seng zhong qian yu. xue wen wei huai, bing duo xing bo. suo you xun du, nai yu zhongguo bu shu. sha men gui yi, xi jie wu bie. ruo qi tang seng yu xiang xifang wei ting du zhe, ting si yi er zai, xi qi fa shi, fang jin zhongtian, yi shi jia ye).

‘Banyak raja dan penguasa di pulau-pulau Lautan Selatan mengagumi dan meyakini (ajaran Buddha), dan hati mereka bertekad melakukan tindakan-tindakan bajik. Di kota Foshi yang berbenteng, terdapat biksu Buddhis berjumlah ribuan, di mana hati mereka bertekad untuk belajar dan menjalankan tindakan bajik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua mata pelajaran persis seperti yang ada di Kerajaan Tengah (Madhyadesa, India); tata cara dan upacaranya sama sekali tak berbeda. Jika seorang biksu dari Tiongkok ingin pergi ke India untuk mendapatkan (ajaran) dan melafalkan (kitab asli), lebih baik dia tinggal di sini selama satu atau dua tahun dan mempraktikkan tata cara yang benar, kemudian baru berlanjut ke India Tengah.’

Shili Foshi tampaknya adalah tempat yang sangat jaya di masa Yi Jing, di mana secara total Yi Jing tinggal selama lebih kurang 10 tahun, mempelajari dan menerjemahkan teks-teks, baik yang berbahasa Sanskerta maupun Pali ke bahasa Tionghoa. Kelihatannya, ibukotanya awalnya disebut Foshi, dan setelah kerajaan tersebut berkembang pesat dan meluas hingga Melayu (yang kemudian menjadi daerah kekuasaan raja dari Foshi), maka keseluruhan kawasan dan juga ibukotanya menyandang nama Shili Foshi. Oleh Prof. J. Takakusu, Shili Foshi ditransliterasi sebagai Sribhoga dan Foshi ditransliterasi sebagai Bhoga. Prof. J. Takakusu membuat catatan bahwa Foshi kemungkinan besar adalah ibukota dan Shili Foshi adalah nama kawasan, meskipun Yi Jing menggunakan kedua istilah tersebut secara silih berganti.

Berhubung Yi Jing adalah penulis terawal yang menyebutkan nama-nama ini, catatan beliau layak mendapat kajian yang cermat. Dari dua karya beliau, ‘Nanhai Ji Gui Neifa Zhuan (南 海 歸 內 法 傳) dan ‘Datang Xiyu Qiufa Gaoseng Zhuan (大 唐 西 域 求 法 高 僧 傳), ada sejumlah fakta berikut:

  • Foshi, ibukota, terletak di Sungai Foshi, merupakan pelabuhan dagang utama dengan Tiongkok, di mana ada pelayaran reguler antara Foshi dan Guangdong. Raja di Foshi dan para penguasa daerah-daerah di sekitarnya adalah pendukung Buddhadharma. Ibukota (dari Shili Foshi) adalah pusat pembelajaran agama Buddha di pulau-pulau Lautan Selatan, dan di sana terdapat ribuan biksu. Lihat Kehidupan dan Perjalanan Yi Jing.
  • Jarak dari Guangdong ke Foshi sekitar 20 hari bila angin mendukung, atau terkadang sebulan. Melayu, yang baru menyandang sebutan Shili Foshi, berjarak 15 hari dengan berlayar dari ibukota Foshi, dan dari Melayu ke Jiecha (Kedah) juga 15 hari. Lihat Catatan Mengenai Beberapa Lokasi Geografis.
  • Emas tampaknya melimpah. Yi Jing pernah menyebut Shili Foshi dengan kata ‘Jinzhou’ (‘Pulau Emas’). Masyarakat biasanya mempersembahkan bunga teratai dari emas kepada Buddha (Bab IX). Mereka menggunakan kendi-kendi dari emas dan memiliki patung-patung dari emas (Bab IX).
  • Masyarakat mengenakan ganman (sarung) [Bab Pendahuluan].
  • Produk-produk lainnya adalah: pinang (bahasa Tionghoa: binglang, Skt. puga), pala (gati), cengkeh (lavanga), dan kamper (karpura) [Bab IX]. Mereka menggunakan minyak wangi (Bab IX). Masyarakat di tempat-tempat ini membuat gula aren dengan memanaskan sari dari tanaman (atau pohon), dan para biksu menyantapnya di berbagai waktu.
  • Bahasa yang digunakan dikenal sebagai ‘Gunlun’ (bahasa Melayu) [Catatan Mengenai Beberapa Lokasi Geografis].

Mengenai letak Shili Foshi, Yi Jing memberikan catatan demikian pada Bab XXX dalam ‘Nanhai Ji Gui Neifa Zhuan’:

“Di Shili Foshi, pada pertengahan bulan delapan dan pertengahan musim semi (bulan dua), lempeng jam tidak berbayang, dan di tengah hari, orang yang berdiri tidak berbayang. Matahari tepat di atas kepala dua kali setahun” (Bab XXX).

Catatan oleh Prof. Takakusu: Menurut penanggalan Tiongkok, satu tahun dibagi menjadi 4 musim, masing-masing 3 bulan: bulan pertama, bulan dua dan tiga adalah musim semi; sementara bulan tujuh, delapan dan sembilan adalah musim gugur. Oleh karena itu, ‘pertengahan bulan delapan’ adalah ‘pertengahan musim gugur’ sedangkan ‘pertengahan musim semi’ adalah pertengahan bulan dua. Yi Jing juga mengatakan bahwa: ‘matahari tepat di atas kepala dua kali dalam setahun’ di mana ini dapat kita hubungkan dengan ekuinoks musim gugur dan ekuinoks musim semi. Menurut penanggalan Tiongkok, matahari melewati khatulistiwa satu hari sebelum atau sesudah tanggal 15, bulan dua atau tanggal 15, bulan delapan. Dengan demikian, jika ‘pertengahan bulan delapan’ dan ‘pertengahan musim semi (bulan dua)’ masing-masing adalah persis saat matahari melintasi khatulistiwa di musim gugur (ekuinoks musim gugur) dan saat matahari melintasi khatulistiwa di musim semi (ekuinoks musim semi), maka letak Shili Foshi mungkin dapat ditentukan.

[Equinoks: saat matahari melintasi ekuator sehingga siang dan malam membagi tempat di lintang 0 derajat dengan sama panjang, diperkirakan tanggal 21 Maret (vernal equinox) dan 23 September (autumnal equinox)].

Dalam berbagai catatan, Shili Foshi di Lautan Selatan berjarak dari Guangdong kira-kira 20 hari dengan berlayar atau kadang-kadang satu bulan. Ibukota kerajaan ini adalah pelabuhan dagang yang penting, masyarakat tampaknya sudah menganut Buddhadharma untuk beberapa waktu. Mereka menulis dengan menggunakan huruf Sanskerta dan juga memahami huruf Tionghoa. Menurut semua catatan, daerah ini kaya akan emas, di mana bunga teratai dari emas adalah hadiah yang khas dari mereka.

***

Sumber:

  • A Record of the Buddhist Religion as Practiced in India and the Malay Archipelago’ oleh Prof. Takakusu. Penerbit: Oxford at the Clarendon Press (1896).
  • Datang Xiyu Qiufa Gaoseng Zhuan (大 唐 西 域 求 法 高 僧 傳; ‘Riwayat Hidup Para Biksu Terkemuka yang Mengunjungi India dan Negeri-Negeri Tetangga untuk Mencari Ajaran di Masa Dinasti Tang’), oleh Yi Jing. http://www.buddhist-canon.com/history/T510006c.htm.
Anda dapat meninggalkan respon, atau telusuri dari web Anda.

Komentar Anda

  • Berlangganan Milis



  • Powered by WordPress