noscript-img

Nalanda – Salah Satu Pusat Pendidikan Tertua di Dunia

Fungsi Kawasan Percandian Muarajambi dan konteks sejarah yang melatarbelakanginya, kiranya belum banyak ditelusuri. Beberapa pakar dari luar maupun dalam negeri mengaitkannya dari sisi arsitektural maupun artefak-artefak yang ditemukan, namun belum ditemukan penjelasan yang memadai. Beberapa pakar sampai pada kesimpulan bahwa Kawasan  Percandian Muarajambi adalah  sebatas tempat ibadah.

Untuk mendapatkan pemahaman secara utuh, apalagi yang telah berlalu selama berabad-abad, kita memang harus berupaya memahami konteks peristiwa pada waktu itu. Gambaran atau nuansa dari suatu pusat pendidikan yang setara dan sezaman, kiranya dapat berfungsi sebagai benang merah atau memberikan titik terang. Untuk itu, mari kita tinjau Universitas Nalanda.

 

Universitas Nalanda

Situs Universitas Nalanda terletak di provinsi Bihar, India. Universitas Nalanda didirikan sekitar abad ke-5 Masehi oleh raja-raja dari dinasti Gupta. Dengan dilengkapi asrama, Nalanda merupakan universitas residental pertama di dunia, dimana para siswa dari Cina, Korea, Sri Lanka dan Indonesia serta daerah-daerah lainnya di India datang untuk belajar di Nalanda. Pada masa jayanya, Nalanda mempunyai lebih dari 10.000 murid dan 2.000 tenaga pengajar/guru. Nalanda sebagai salah satu pusat pendidikan tertua di dunia berlangsung hingga abad ke-12 Masehi.

Perkembangan Nalanda

 

Dibangunnya Sanghrama (Universitas) Mahavihara Nalanda mencerminkan evolusi perubahan budaya dan perubahan tujuan biara-biara di India pada masa itu. Perubahan ini dimulai di masa dinasti Gupta pada abad ke-5 Masehi dengan terbentuknya mahavihara-mahavihara, yang merupakan gabungan dari sejumlah vihara-vihara yang lebih kecil.

Pada mulanya, tujuan dan tradisi biara khususnya ditujukan untuk mendukung dan menghasilkan “bhikshu yang sempurna” dengan cara hidup yang sesuai dengan aturan biara sambil belajar kanon dan filosofi keagamaan. Namun lama-kelamaan cara pandang ‘ke dalam’ yang sepenuhnya difokuskan pada “belajar untuk bhakti” dirasakan tidak memadai. Untuk menjadi “bhikshu yang sempurna,” di dalam kitab suci disebutkan bahwa para bhikshu dianjurkan: “… bahujana hitaya bahujana sukhaya lokanukampaya … (… untuk berguna buat sesama, untuk kebahagiaan sesama, demi welas asih di alam semesta …).” Pendekatan yang sempit menyebabkan biara-biara tak mampu memenuhi tujuannya untuk melayani sesama dalam komunitas yang lebih luas. Untuk itu, pengetahuan maupun keterampilan intelektual sangat diperlukan untuk menjadi “bhikshu sempurna.” Sebagai contoh, salah satu kriteria sebagai “bhikshu sempurna” adalah kemampuan dalam mengajarkan Dharma untuk orang awam dan kemampuan untuk mengenal dan mempertanyakan ajaran-ajaran dari tradisi lainnya.

Perubahan-perubahan ini terjadi selama periode kemunduran agama Buddha di seluruh India. Karena latar belakang inilah, cara pandang Mahayana berkembang (pada awal abad pertama Masehi). Cara pandang Mahayana menggunakan pendekatan yang luas, liberal dan multi-disiplin. Universitas Nalanda dijalankan berdasarkan cara pandang Mahayana, meskipun ajaran-ajaran dari tradisi lainnya juga dipelajari di sana. Bahasa Sanskerta kemudian menjadi media belajar dalam studi-studi liberal di seluruh India.

Nalanda berkembang dari sebuah mahavihara menjadi sebuah universitas dan beroperasi sebagai sebuah universitas selama beberapa abad. Reputasi Nalanda yang luar biasa (mencapai puncaknya pada abad ke-7) terlihat dari banyaknya pakar, guru dan siswa dari berbagai negara yang belajar di Nalanda, termasuk para cendekiawan dari Cina, Indonesia, Tibet dan Korea. Para cendekiawan dari Cina dan Korea inilah yang mencatat tentang kehidupan dan aktivitas di Nalanda.

Banyak alumni Nalanda memegang peran penting dalam pengembangan filsafat Mahayana, di antaranya adalah Acharya Nagarjuna, Arya Deva, Buddhapalita, Bhavaviveka, Chandrakirti dan lainnya. Guru-guru Mahayana yang terkemuka inilah yang menyusun dan menulis banyak risalah dan ulasan/penjelasan (shastra).

Belajar untuk Pengetahuan

Berubahnya fokus pembelajaran di biara-biara dari “belajar untuk bhakti” menjadi “belajar untuk pengetahuan” menyebabkan beberapa perubahan, di antaranya:

    • Pusat-pusat belajar di India yang sebelumnya hanya diperuntukkan bagi para bhikshu, berkembang menjadi pusat-pusat belajar yang juga terbuka untuk orang awam. Murid-murid awam diperbolehkan menetap di biara untuk belajar literatur Buddhadharma atau mata pelajaran yang sepenuhnya sekular. Mereka tak perlu membayar apapun untuk belajar dan menetap di sana.
    • Diperluasnya mata kuliah yang pada dasarnya mencakup:
        • 1. Ajaran tentang cara pandang Mahayana dan ajaran-ajaran dari 18 tradisi/cara pandang lainnya (Hinayana);
        • 2. Ajaran-ajaran lain seperti Veda dan ajaran-ajaran sekuler lainnya;
        • 3.

      Pancavidya

        • (lima sains) yaitu: (a) logika (

      hetuvidy

        • a), (b) tatabahasa dan kesusastraan (

      sabdavidya

        • ), (c) ilmu pengobatan (

      cikitsavidy

        • a), (d) kesenian (

      silpasthanavidya

        • ) serta (e) metafisika dan filsafat

      (adhyatmavidya

        ).
      • Buddhagupta [putra atau cucu (?)] Sakraditya) membangun sebuah biara di sebelah selatan bangunan aslinya;
      • Tathagatagupta membangun sebuah biara di sebelah timur biara Buddhagupta;
      • Baladitya membangun paviliun bertingkat tiga (kombinasi tempat ibadah dan biara);
      • Vajra membangun biara di sebelah barat biara Baladitya.

 

Akademi dan Kehidupan Sosial di Nalanda

 

Nalanda sebagai pusat pendidikan mempunyai sistem khusus. Di samping belajar formal dari para guru, ada ‘kelompok belajar’ atau ‘kelompok diskusi’ dimana para siswa membahas apa yang telah dipelajari secara terbuka untuk didiskusikan dan dianalisa dari berbagai sudut dan pandangan.

Menurut Hwui-Li, setiap hari ada sekitar 100 podium untuk memberikan mata pelajaran di berbagai kelas; dan para murid menghadiri kelas tanpa gagal bahkan semenit pun. Jika jumlah murid yang belajar di sana sekitar 3.000 orang, maka setiap kelas mungkin diikuti sekitar 30 murid.

Rutinitas kehidupan sehari-hari di Nalanda terbagi antara belajar dan ritual keagamaan. Waktu kebaktian dan belajar diatur dengan penunjuk waktu dan suara genta. Deretan biara-biara dan sederet ‘caitya’ (tempat beribadah dan biasanya tempat untuk menyimpan relik) dibangun sejajar dan saling berdekatan, dan di antaranya ada hamparan tanah kosong sebagai jalan penghubung. Para penghuni melintasi jalan tersebut untuk pergi dari biara ke caitya. Setelah doa-doa dan upacara dilakukan, sisa hari itu digunakan untuk belajar dan diskusi di tempat dan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan mata kuliah atau kelompoknya.

Upacara kebaktian tidak dilakukan bersama-sama untuk semua penghuni vihara. Upacara kebaktian berlangsung secara terpisah dan diadakan di bangunan atau ruang yang berbeda-beda. Ada delapan vihara dan beberapa ‘caitya’ di Nalanda yang digunakan untuk kebaktian.

Tidak ada dapur atau ruang makan besar, yang ada hanya beberapa tungku terbuka yang tersebar di sana-sini di halaman dengan hanya makanan ringan atau sejumlah kecil makanan yang bisa dimasak. Menurut  Vinaya dan kebiasaan tradisional di India, seluruh biara dianggap sebagai suatu “dapur,” dan diperkenankan untuk menggunakan sebagian dari biara sebagai dapur. Tampaknya makanan biasanya disimpan dalam lemari atau kompartemen dalam biara dan dibawa oleh para bhikshu ke kamar masing-masing untuk dimakan di sana.

Toilet tidak ditemukan di Nalanda. Tidak ditemukannya kamar kecil menunjukkan bahwa buang air dilakukan di parit atau ladang. Kamar mandi juga tidak tersedia, meskipun demikian, ada ruangan-ruangan kecil di salah satu biara yang dilengkapi dengan lempengan batu untuk mencuci pakaian.

Waktu mandi bagi para penghuni di Nalanda ternyata sangat teratur. Pada waktu tertentu di pagi hari, ditandai dengan bunyi genta, seluruh penghuni melakukan mandi bersama. Para penghuni keluar dari kamar mereka, masing-masing dengan pakaian untuk mandi di kolam di alam terbuka, seperti ditulis oleh I-Tsing: Kadang-kadang seratus, kadang seribu bhikshu keluar dari biara secara serentak dan menuju kolam dari segala arah, di mana mereka mandi.” Ada sepuluh kolam besar di kampus Nalanda.

 

Daftar Absensi/Kehadiran

Seperti kebiasaan di biara-biara yang terkemuka di India, Nalanda juga menggunakan daftar absensi/kehadiran. Nalanda beroperasi dengan sejumlah aturan dan regulasi yang ketat, dimana pelanggaran dapat menyebabkan seseorang dikeluarkan.

 

Ujian Masuk

Banyak sekali murid yang mendaftar untuk belajar di Nalanda, karena belajar di sana merupakan suatu kehormatan. Ada kriteria yang ketat untuk menyeleksi banyaknya peminat, termasuk lolos dalam ujian masuk yang sangat ekstensif. Tercatat bahwa di antara 10 siswa yang diterima, paling sedikit 7 atau 8 orang yang gagal. Dengan demikian, fungsi universitas di Kawasan Muarajambi, yang antara lain sebagai tempat belajar untuk mempersiapkan diri sebelum belajar ke Nalanda menjadi sangat penting, seperti ditulis I-Tsing, “If a Chinese monk wishes to go to the West in order to hear (lectures) and read (the original) scriptures, he had better stay here one or two years and practice the proper rules and then proceed to Central India.” (Jika bhikshu dari Cina ingin pergi ke India untuk mendengarkan ajaran-ajaran dan mempelajari kitab-kitab ajaran (asli), sebaiknya ia tinggal di sini (Sriwijaya) selama satu atau dua tahun untuk mempersiapkan dan melatih diri tentang cara-cara/aturan-aturan yang benar sebelum menuju India).

Jangka Waktu Belajar

Nalanda tidak mempunyai ketentuan mengenai berapa lama para murid dapat belajar di sana. Mungkin ini ditentukan seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh murid untuk menyelesaikan mata pelajaran yang dipilihnya. Hsuan-Tsang dan I-Tsing, yang sudah merupakan pakar ketika belajar di sana, masing-masing menetap selama 6 dan 10 tahun.

Universitas Sanghrama Mahavihara Nalanda

Pembangunan Universitas Nalanda dimulai pada masa dinasti Gupta oleh Raja Sakraditya, yang juga dikenal sebagai Kumaragupta I atau Mahadraditya. Sakraditya memerintah dari tahun 415 hingga 455 Masehi. Setelah itu, beberapa raja dari dinasti Gupta lainnya, yaitu Buddhagupta, Tathagatagupta, Baladitya dan Vajra juga membangun biara-biara di sekitar bangunan aslinya.

Lokasi-lokasi yang berhubungan dengan biara-biara yang mereka bangun adalah sebagai berikut:

Menurut catatan dari Cina, setelah Raja Vajra, ada seorang raja lain bernama Yasodharmadeva yang membangun sebuah biara di sebelah utara biara Vajra. Dan yang penting adalah beliau juga membangun benteng tinggi di sekeliling semua biara. Biara-biara yang berbeda-beda ini kemudian disatukan menjadi satu Mahavihara sekitar abad ke-6, dengan adanya segel resmi “Mahavihara Nalanda” baru.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa Universitas Nalanda awalnya dimulai dari sebuah Mahavihara, kemudian biara-biara lainnya dibangun satu per satu dalam jangka waktu yang  berbeda. Dibutuhkan sekitar 110 tahun untuk menyelesaikan kelima biara tersebut. Bangunan-bangunannya dibuat berdampingan atau berderet-deret.

Sumbangsih para raja tersebut sangat luar biasa. I-tsing mencatat bahwa wilayah Nalanda yang luasnya meliputi lebih dari 200 desa itu diberikan oleh para raja Gupta. Yang sangat menarik adalah fakta bahwa raja-raja dinasti Gupta bukanlah Buddhis, tetapi mereka adalah penganut ajaran Hindu Brahma. Dukungan dan sumbangsih dari para raja tersebut kemungkinan bukanlah dari sudut keagamaan tetapi lebih merupakan upaya mereka untuk mendorong dan mendukung sistem pembelajaran, pendidikan dan kebudayaan untuk kepentingan masyarakat luas.

Anda dapat meninggalkan respon, atau telusuri dari web Anda.

Komentar Anda

  • Berlangganan Milis



  • Powered by WordPress